Pria

Tayangan Pornografi Lebih Berdampak Buruk pada Anak & Remaja Lelaki

Komnas PA mengatakan sebagian besar orang yang mengonsumsi video syur mirip Gisel adalah anak-anak.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi situs pornografi. (shutterstock)
Ilustrasi situs pornografi. (shutterstock)

Himedik.com - Sebuah video pornografi dengan pemeran mirip Gisella Anastasia alias Gisel sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA mengatakan sebagian besar penontonnya justru anak di bawah 17 tahun.

"Dari kurang lebih tiga juta orang itu, terkonfirmasi 52 persennya dikonsumsi oleh anak-anak Indonesia," tutur ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, Rabu (11/11/2020).

Dia mengatakan video porno tersebut mudah diakses anak-anak lantaran menjadi trending topic di media sosial dengan mayoritas penggunanya adalah anak-anak.

"(Sebanyak)189 juta pelanggan internet di Indonesia ditemukan data bahwa 45 juta pelanggannya mengakses tayangan pornografi, entah bagaimana anak memperoleh video asusila, lalu mendistribusikannya ke sesama melalui media sosial," lanjutnya.

Padahal, menonton tayangan pornografi memiliki dampak berbahaya bagi anak-anak, terutama laki-laki. Berikut beberapa di antaranya, dilansir dari laman resmi American Bar Association:

ilustrasi video porno
ilustrasi video porno (Shutterstock)

1. Menormalkan bahaya seksual

Dokter anak forensik dan anggota fakultas di Fakultas Kedokteran Universitas North Carolina, Sharon Cooper, mengatakan pornografi menormalkan bahaya seksual dengan menggambarkan kurangnya hubungan emosional antara pasangan suka sama suka, kontak seksual tanpa pelindung, dan, dalam beberapa kasus, kekerasan serta pemerkosaan.

Cooper berpendapat bahwa anak-anak dan remaja lebih rentan terhadap gambar porno daripada orang dewasa karena neuron cermin di otak, yang meyakinkan orang bahwa mereka benar-benar mengalami apa yang mereka lihat.

Neuron cermin memainkan peran penting dalam cara anak-anak belajar, yaitu dengan sebagian besar meniru.

Pornografi mungkin memiliki pengaruh yang lebih kuat di antara anak-anak dan remaja daripada bentuk media lain karena menunjukkan tingkat eksplisit seksual yang jauh lebih tinggi.

2. Mempromosikan agresi terhadap perempuan

Pornografi bisa dibilang lebih seksis dan 'memusuhi' perempuan daripada gambar seksual lainnya di media.

Agresi dan kekerasan terhadap perempuan yang ditemukan di banyak pornografi populer saat ini dapat mengajarkan anak laki-laki bahwa itu dapat diterima secara sosial, dan bahkan diinginkan, untuk berperilaku agresif terhadap dan merendahkan wanita.

Selain itu, harapan yang tidak realistis dari pasangan intim di tayangan prono dapat menghalangi kemampuan remaja untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat.

Ilustrasi seorang lelaki sedang merekam diriya sendiri dan pasangan ketika sedang bercumbu. [Shutterstock]
Ilustrasi seorang lelaki sedang merekam diriya sendiri dan pasangan ketika sedang bercumbu. [Shutterstock]

3. Membentuk sikap dan perilaku negatif terhadap perempuan

Sebuah studi tentang konten seksual dan kekerasan di media menunjukkan remaja menerima, belajar dari, dan mungkin meniru perilaku yang digambarkan di media sebagai normatif, menarik, dan tanpa risiko.

Hal ini memprihatinkan mengingat banyaknya materi pornografi menggambarkan kekerasan terhadap perempuan.

Sebuah penelitian pada 2010 terhadap 50 film pornografi menunjukkan tayangan ini mengandung agresi fisik dan verbal tingkat tinggi.

Laki-laki melakukan 70,3% dari semua tindakan agresif dan 94,4% agresi ditujukan kepada perempuan.

4. Menyebabkan ketergantungan

Kecanduan adalah risiko bagi anak-anak dan remaja yang terus menerus mengakses materi pornografi. Sederhananya, kecanduan melibatkan aktivitas yang dulunya menyenangkan dan akhirnya berkembang menjadi suatu kebutuhan.

Bidang medis telah menyadari bahwa konsumsi pornografi dapat menimbulkan masalah. Panduan DSM-V mencakup diagnosis Gangguan Hiperseksual, yang mencakup penggunaan pornografi secara kompulsif.

Anak-anak dan remaja mampu mengembangkan perilaku seksual kompulsif, yang dapat menyebabkan kecanduan seksual.

Waktu yang dihabiskan untuk online dapat mengindikasikan suatu gangguan jika hal itu mengakibatkan terganggunya anak atau remaja secara klinis.

Kegagalan untuk menahan keinginan untuk melihat gambar-gambar pornografi, terlepas dari efek negatif perilaku tersebut terhadap fungsi sosial atau rekreasional, merupakan tanda gangguan.

Berita Terkait

Berita Terkini