Wanita

Sistem Kekebalan Ada Kaitannya dengan Depresi Pascamelahirkan, Begini Penjelasannya!

Peneliti menemukan hubungan potensial antara depresi pascamelahirkan dengan sistem kekebalan.

Rosiana Chozanah

Ilustrasi ibu depresi pascamelahirkan. (Shutterstock)
Ilustrasi ibu depresi pascamelahirkan. (Shutterstock)

Himedik.com - Peneliti mencatat depresi pascamelahirkan, atau postpartum depression (PPD), memengaruhi sekitar 15% wanita setelah persalinan dan kondisi ini dapat berdampak negatif pada bayi mereka.

Terkait dengan hal ini, peneliti menemukan hubungan potensial antara depresi pascamelahirkan dengan sistem kekebalan.

Dalam studi yang dipimpin oleh peneliti dari Virginia Commonwealth University ini mengamati karakteristik sampel darah 482 wanita yang mengalami PPD.

Mereka menemukan adanya perbedaan signifikan dalam sel B dibanding wanita yang tidak mengalaminya, lapor Science Alert.

Sel-B merupakan bagian penting dari sistem kekebalan, akan aktif ketika tubuh mengidentifikasi adanya intervensi benda asing.

Ikustrasi depresi pascamelahirkan. (Shutterstock)
Ikustrasi depresi pascamelahirkan. (Shutterstock)

Sel ini merupakan salah satu produsen antibodi utama dan mengirimkan sinyal pro dan anti peradangan.

"Ada interaksi yang sangat halus dari sistem kekebalan tubuh selama kehamilan," jelas ahli genetika Jerry Guintivano dari University of North Carolina.

Guintivano dan rekan menggunakan tiga jenis analisis biologis untuk mengidentifikasi variasi sel B, yaitu sekuensing RNA, genotipe DNA, dan penilaian metilasi DNA. Semuanya dirancang untuk mengukur komposisi dan aktivitas sel.

Pada wanita penderita PPD, peneliti menemukan adanya ribuan transkrip sel B individu yang tidak terlihat pada wanita yang sehat. Perbedaan ini terbukti sebagian disebabkan oleh varian DNA dan regulasi genetik.

Mereka juga menyoroti adnaya perubahan aktivasi sel B pada mereka yang mengalami PPD dan yang tidak. pada tahap ini, belum diketahui apa penyebab variasi sel B.

"Ini adalah studi terbesar dari jenisnya tetapi kami masih tidak tahu mengapa sel-B berubah," sambung Guintivano.

Inilah yang menurut Guintivano perlu diteliti lebih lanjut. Peneliti merasa beberapa cara perlu dieksplorasi agar dapat memahami kondisi ini sepenuhnya.

Berita Terkait

Berita Terkini