Info

Difa Bike, Ojek Difabel Pertama dan Satu-satunya di Yogyakarta

Awal tercetusnya Difa Bike yaitu saat ia dan keluarganya hendak bepergian, namun karena terkendala mobilitas ia pun urung melaksanakannya.

Rauhanda Riyantama

Bapak Triyono, pendiri Difa Bike. (HiMedik/Citra Permatasari)
Bapak Triyono, pendiri Difa Bike. (HiMedik/Citra Permatasari)

Himedik.com - Bagi para awam, nama Difa Bike mungkin masih terlalu asing untuk didengar. Kalau pun tahu, pasti akan bertanya-tanya 'apa sih sebenarnya Difa Bike itu?'. 

Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, kali ini tim Himedik berkesempatan bertemu dengan pendiri Difa Bike, Triyono pada Jumat (2/11/2018). Sekedar informasi, Difa Bike merupakan moda transportasi online yang para pengemudinya adalah penyandang disabilitas.

Usut punya usut, ternyata Triyono sudah sering diundang dalam berbagai acara di hampir seluruh stasiun televisi nasional. Bahkan beberapa media asing pun pernah meliputnya, sehingga nama Difa Bike ini lebih dikenal masyarakat luas.

Pada kesempatan kala itu, kami langsung disambut oleh Triyono di sebuah rumah yang terletak di Jalan Sriloka No 5, Bugisan, Wirobrajan, Yogyakarta. 

Markas Difa Bike. (HiMedik/Citra Permatasari)
Markas Difa Bike. (HiMedik/Citra Permatasari)

Sembari menunggu makan siang, kami menyempatkan diri untuk mengamati berbagai pajangan foto, sertifikat, serta penghargaan yang hampir memenuhi satu sisi tembok rumah yang sekaligus jadi kantornya tersebut.

Tak lama berselang, Triyono kembali menyapa kami. Sambil memegang sebuah buku dan duduk di kursi rodanya, ia menceritakan awal perjuangannya membangun Difa Bike.

 

Sejarah Berdirinya Difa Bike

Triyono menuturkan, awal tercetusnya Difa Bike yaitu saat ia dan keluarganya hendak bepergian. Namun karena terkendala mobilitas ia pun urung melaksanakannya.

''Mobilitas yang terhambat serta pemerintah yang tidak mampu menyediakan sarana transportasi yang layak bagi kami, membuat masalah ini menjadi titik fokus saya. Masalah itulah yang membuat saya berpikir untuk membangun ini (Difa Bike),'' ungkap pria 41 tahun itu. 

Namun, Triono mengaku jika keinginannya ini tak langsung terwujud. Perlu waktu kurang lebih selama delapan bulan untuk menyosialisasikan dari organisasi satu ke yang lain demi terciptanya Difa Bike. 

Setelah mendapatkan restu, ia kemudian mencari pengemudi yang senasib dan membutuhkan pekerjaan. "Ya tujuannya satu, agar bisa berdikari. Difabel membantu para difabel sehingga mereka bisa lebih produktif,'' jelasnya.

''Saat itu saya pakai kemeja kotak serta celana jins, kemudian saya melatih para driver itu buat naik motor. Dan ini terjadi selama empat hingga enam bulan,'' imbuh pria berkacamata itu.

Peresmian Difa Bike (03/12/2015). (Dokumentasi Difa Bike)
Peresmian Difa Bike (03/12/2015). (Dokumentasi Difa Bike)

Akhirnya Difa Bike resmi berdiri pada Desember 2015 dengan hanya memiliki tiga pengemudi. Peresmiannya pun numpang panggung di Balai Kota Yogyakarta saat acara peringatan Hari Disabilitas Internasional.

‘’Diresmikannya Difa Bike tepat tanggal 3 Desember 2015. Waktu itu kan ada peringatan Hari Disabilitas Internasional, jadi saya minta waktu lima menit dan dikasih waktu di akhir acara,'' katanya seraya bersyukur.

Triyono menambahkan, awal mula pembiayaan Difa Bike berasal dari uang pribadinya yang berjumlah 10 juta. Kemudian setelah berjalanan beberapa waktu, Difa Bike mulai mendapatkan dana dari para donatur.

Mirisnya, kebanyakan donatur berasal dari luar negeri seperti Vietnam, Thailand, dan China. Bahkan, baru-baru ini Singapura mendatangi basecamp Difa Bike untuk memberikan dukungan dan donasinya.

 

Respons Masyarakat tentang Difa Bike

Meski telah berjalan kurang lebih tiga tahun, Triyono mengaku jika respons masyarakat terhadap Difa Bike ini masih kurang. Dengan kata lain masih belum ada kenyamanan antara driver dengan para penumpang.

Ia mencontohkan, ''Misalnya, anaknya mau naik tapi ibunya malu, atau sebaliknya. Bahkan naik gratis pun tidak ada yang mau,'' katanya.

Menurutnya, jarak tersebut terjadi karena masyarakat masih melihat difabel sebagai makhluk cacat yang harus dihindari karena menyebabkan aib atau kutukan. 

Kalau pun mau, kebanyakan masyarakat hanya berasaskan rasa kasihan saat menggunakan transportasi ini. Bukan karena betul-betul membutuhkannya. ''Bahkan ada yang blak-blakan bilang malu menggunakan jasa saya,'' imbuhnya.

Sementara itu, Triyono mengungkapkan bahwa SOP di perusahaannya ini disesuaikan dengan kondisi penumpang. ''Misal penumpang pakai kursi roda, ditanya dulu karena apa, stroke, jantung, atau yang lain. Jadi harus pelan-pelan, dilarang lewat jalan yang rawan macet dan panas, serta kecepatan tidak lebih dari 10 hingga 15 km/jam,'' jelasnya.

Bahkan ada yang jarak 10 km saja ditempuh dalam waktu satu jam, sehingga dalam perjalanan pengemudi dan penumpang harus bolak-balik beristirahat. Ini karena sistem kerja mereka tidak seperti orang normal. ‘’Kita para difabel duduk aja udah nguras tenaga. Jalan kaki sudah seperti berlari,’’ jelas Triyono.

Menurut penjelasan Triyono, ada dua versi Difa Bike, pokok 12 dan mitra 12. ''Kalau pokok, ya pekerjaan utama mereka ini, sedangkan kalau mitra, hanya dijalankan ketika mereka punya waktu luang, misalnya di hari Sabtu atau Minggu,'' jelasnya.

Pokok diberi fasilitas motor dengan modifikasi bak yang diseragamkan. Sedangkan mitra harus punya motor sendiri dan modifikasi bisa disesuaikan dengan motor mereka.

Motor modifikasi yang digunakan driver Difa Bike. (HiMedik/Yuliana Sere)
Motor modifikasi yang digunakan driver Difa Bike. (HiMedik/Yuliana Sere)

Selain itu, Difa Bike memiliki durasi kerja yang berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. ''Durasinya tidak boleh lebih dari tujuh jam, SOP-nya harus empat jam, sedangkan upahnya seharusnya sama seperti mereka yang bekerja delapan jam,'' kata Triyono.

Masalah orderan dalam sehari bisa mendapatkan dua hingga tujuh penumpang. Beberapa driver juga sudah punya langganan sendiri. Sedangkan untuk biaya mereka menyesuaikan. Kalau memang difabel bisa digratiskan. Tapi rata-rata biaya flat.

 

Jasa yang Ditawarkan

Selain untuk transportasi ojek, Difa Bike juga menawarkan jasa kargo dan wisata. Untuk ojek, penumpang tinggal mengisi lokasi penjemputan dan driver terdekat yang telah tersedia di aplikasi bernama Difa Bike. Aplikasi ini dapat diundur secara gratis di Google Play Store atau pun di IOS.

Sementara kargo bisa difungsikan jika ingin pindah kosan atau mengangkut barang serta belanjaan. Sedangkan untuk wisata, mereka menawarkan wisata budaya Yogyakarta sekaligus guide.

‘’Khusus untuk wisata, para pengemudi sudah dilatih untuk menjadi guide juga. Mengingat Yogyakarta kan kota wisata, jadi kami memanfaatkan itu juga. Sedangkan tarifnya cukup murah, yakni 150 ribu sudah bisa keliling Jogja,'' kata Triyono.

Selain melakukan rutinitas harian, Difa Bike juga mengadakan pertemuan setiap minggunya. Setiap hari Sabtu, mereka berkumpul untuk makan-makan baik dengan para pengemudi maupun bersama keluarganya dan juga diselingin belajar bahasa Inggris. Pengajarnya bekerja sama dengan wisma bahasa dan Triyono sendiri.

Di akhir wawancara, Triyono mengungkapkan harapannya supaya Difa Bike ini bisa berkembang di kota lain selain Yogyakarta.

Berita Terkait

Berita Terkini