Info

Bukti Varian Delta Berbahaya, Sudah Divaksin Masih Bisa Kena

Laporan dari Israel menunjukkan bahwa beberapa orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi Covid-19 varian delta.

Fita Nofiana

Ilustrasi virus corona Covid-19. (Shutterstock)
Ilustrasi virus corona Covid-19. (Shutterstock)

Himedik.com - Selama pandemi masih berlangsung, varian Delta telah menjadi bagian yang mengkhawatirkan. Varian ini bahkan menginfeksi beberapa orang dewasa yang divaksinasi penuh di Israel.

Melansir dari Huffpost, dari lebih dari 100 kasus harian di tengah wabah varian Delta, setengahnya adalah anak-anak di bawah 16 tahun. Sebagian besar dari mereka belum divaksinasi. 

"Tetapi setengah dari orang dewasa yang terinfeksi telah divaksinasi penuh dengan vaksin Pfizer," kata  Dr. Ran Balicer, kepala panel penasihat Covid-19untuk pemerintah Israel.

Sekitar 90 persen dari infeksi baru di Israel kemungkinan disebabkan oleh varian Delta.

Ilustrasi Vaksin Gotong Royong. (Dok: Mayora Group)
Ilustrasi Vaksin Gotong Royong. (Dok: Mayora Group)

Didorong oleh perkembangan Covid-19 di negara tersebut, pemerintah Israel kini telah menerapkan kembali wajib masker dalam ruangan. Mereka juga dengan cepat akan memperluas program vaksinasi untuk anak-anak usia 12 hingga 15 tahun.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Jumat (25/6/2021) juga memperingatkan semua orang yang bahkan sudah divaksinasi penuh untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. 

"Orang tidak bisa merasa aman hanya karena mereka memiliki dua dosis vaksin. Mereka masih perlu melindungi diri mereka sendiri," kata Dr. Mariangela Simao, asisten direktur jenderal WHO untuk akses obat-obatan, dalam jumpa pers di Jenewa. 

"Vaksin saja tidak akan menghentikan penularan komunitas," imbuhnya.

Israel juga mengumumkan bahwa mereka akan menunda satu bulan rencana dibukanya pariwisata untuk warga asing. 

"Tujuannya sekarang terutama untuk melindungi Israel dari varian Delta yang mengamuk di seluruh dunia. Kami telah memutuskan untuk bertindak sedini mungkin agar tidak membayar harga yang lebih tinggi di kemudian hari," ujar Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.

Berita Terkait

Berita Terkini