Info

Johnson & Jonson Sebut Vaksin Mereka Masih Melindungi dari Varian Delta

Johnson & Johnson klaim vaksin mereka efektif menghadapi varian delta

Fita Nofiana

Vaksin, vaksinasi, jarum suntik. (Pixabay)
Vaksin, vaksinasi, jarum suntik. (Pixabay)

Himedik.com - Perusahaan Johnson & Johnson mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 efektif melawan virus corona dan bahkan melindungi dari varian Delta. Hal ini dinyatakan sendiri oleh perusahaan pada Kamis (1/7/2021).

Melansir dari Medicinenet, temuan ini meyakinkan 11 juta orang Amerika yang telah mendapatkan suntikan J&J.  karena perusahaan juga mencatat bahwa perlindungan tersebut bertahan delapan bulan setelah inokulasi.

Meskipun ada sedikit penurunan potensi terhadap varian Delta, data dari dua penelitian menunjukkan vaksin J&J lebih efektif terhadap varian Delta daripada varian Beta yang pertama kali muncul di Afrika. Lebih baik lagi, antibodi yang dirangsang oleh vaksin J&J semakin kuat seiring waktu.

Kedua studi tersebut telah diajukan untuk publikasi online di server pracetak bioRxiv. Perusahaan mengatakan bahwa mereka merilis hasilnya lebih awal karena minat publik yang tinggi.

"Studi yang baru diumumkan hari ini memperkuat kemampuan vaksin Johnson & Johnson Covid-19 untuk membantu melindungi kesehatan orang-orang secara global," kata Dr. Paul Stoffels, wakil ketua komite eksekutif dan kepala petugas ilmiah di Johnson & Johnson. 

Ilustrasi Johnson & Johnson. [Mark RALSTON/AFP]
Ilustrasi Johnson & Johnson. [Mark RALSTON/AFP]

"Kami percaya bahwa vaksin kami menawarkan perlindungan yang tahan lama terhadap Covid-19 dan memunculkan aktivitas penetralan terhadap varian Delta. Ini menambah kumpulan data klinis yang kuat yang mendukung kemampuan vaksin sekali pakai kami untuk melindungi dari berbagai varian yang menjadi perhatian," imbuhnya. 

Meski begitu, para ahli lain mencatat bahwa uji klinis telah memperjelas bahwa kemanjuran vaksin J&J lebih rendah daripada vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna).

"Tujuh puluh dua persen tentu saja lebih rendah dari 95 atau 94 persen," Florian Krammer, seorang ahli imunologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York City.

Berita Terkait

Berita Terkini