Info

Studi: Terdapat 55 Efek Samping Covid-19 Jangka Panjang

Dari 55 efek samping jangka panjang, ada 6 gejala yang paling umum.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi virus corona, covid-19. (Pexels/@cottonbro)
Ilustrasi virus corona, covid-19. (Pexels/@cottonbro)

Himedik.com - Penelitian baru menunjukkan bahwa ada 55 jenis efek samping Covid-19 jangka panjang. Hal ini dinyatakan dalam tinjauan sistematis dan meta-analisis ini melibatkan hampir 48.000 pasien Covid-19.

Melansir dari Eat This, para peserta yang diteliti berusia antara 17 hingga 87 tahun. Diperkirakan 80 persen dari mereka melaporkan bahwa mereka mengembangkan setidaknya satu atau lebih efek samping jangka panjang Covid-19.

Dari 55 efek samping jangka panjang, ada 6 gejala yang paling umum yakni kelelahan pada 58 persen peserta, sakit kepala 44 persen, gangguan perhatian 27 persen, rambut rontok 25 persen, dispnea atau sulit bernapas 24 persen, dan 21 persen melaporkan berjuang dengan anosmia atau hilangnya sebagian atau seluruh penciuman.

Waktu gejala pada pasien berkisar antara 14 hingga 110 hari. Efek samping jangka panjang yang paling umum yakni kelelahan ditemukan dapat terjadi hingga 100 hari setelah gejala pertama Covid-19 akut. Alasan untuk efek samping yang berkelanjutan ini mungkin ada hubungannya dengan sisa peradangan.

Sementara alasan mengapa orang kehilangan indra perasa dan penciumannya pada awal terinfeksi virus SARS-CoV-2 mungkin disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan darah ke seluruh tubuh.

Seperti yang dijelaskan Brittany Busse, MD, direktur medis asosiasi dari WorkCare kepada Eat This, virus corona dapat menyebabkan peradangan muncul di paru-paru, di otak, dan pada dasarnya di seluruh tubuh, terutama karena pembuluh darah ditemukan di setiap organ.

Ilustrasi virus corona, hidung, mimisan (Pixabay/mohamed_hassan)
Ilustrasi virus corona, hidung, mimisan (Pixabay/mohamed_hassan)

"Covid-19 pada dasarnya adalah respons tubuh terhadap virus SARS-CoV-2. Jadi, Covid-19 adalah sindromnya, SARS-CoV-2 adalah virusnya. Dan keparahan sindrom tersebut akan didasarkan pada seberapa banyak peradangan yang diciptakan tubuh Anda sebagai respons terhadap virus," kata Busse.

Perlu dicatat bahwa penelitian ini belum ditinjau sejawat. Artinya, penelitian medis baru ini belum dievaluasi dan tidak boleh digunakan untuk memandu praktik klinis.

Berita Terkait

Berita Terkini