Info

Studi: Darah Tinggi Tak Terawat pada Lansia Tingkatkan Risiko Alzheimer

Satu studi baru menyatakan bahwa tekanan darah tinggi juga bisa berefek risiko penyakit alzheimer.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Lansia. (pixabay/stevepb)
Lansia. (pixabay/stevepb)

Himedik.com - Studi baru dari para peneliti di Universitas Uppsala menyatkan bahwa tekanan darah tinggi juga bisa berefek pada kesehatan otak.

Sebelumnya umum diketahui bahwa tekanan darah tinggi yang tidak ditangani dapat merusak sistem peredaran darah. Hal ini yang kemudian dapat menjadi faktor utama penyebab serangan jantung, stroke, dan ancaman kesehatan lainnya.

Namun, satu studi baru tersebut menyatakan bahwa tekanan darah tinggi juga bisa berefek otak khusunya dalam meningkatkan risiko penyakit alzheimer. Melansir dari Eat This, penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Hypertension.

Studi tersebut melibatkan data observasi dari 1.000 pria Swedia yang diikuti hingga 24 tahun. Pria lansia (awal usia 70-an) yang menderita tekanan darah lebih tinggi di malam hari daripada di siang hari berisiko lebih tinggi mengalami penyakit alzheimer.

"Malam hari adalah masa kritis bagi kesehatan otak. Misalnya, pada hewan  telah ditunjukkan bahwa otak membersihkan produk limbah selama tidur, dan pembersihan ini dikompromikan oleh pola tekanan darah yang tidak normal," kata Christian Benedict, Associate Professor di Departemen Neuroscience Universitas Uppsala, dan senior penulis studi tersebut.

"Waktu malam juga menunjukkan waktu kritis untuk kesehatan otak manusia, kami memeriksa apakah tekanan darah yang terlalu tinggi di malam hari terkait dengan risiko demensia yang lebih tinggi pada pria yang lebih tua," imbuhnya.

Peneliti menunjukkan risiko mendapatkan diagnosis demensia 1,64 kali lebih tinggi di antara pria dengan darah tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki tekanan darah normal di malam hari.

"Kondisi ini terutama meningkatkan risiko penyakit Alzheimer, bentuk paling umum dari demensia," Xiao Tan, rekan postdoctoral dari yang sama. departemen dan penulis pertama penelitian ini, tambah.

Para peneliti menunjukkan bahwa kelompok studi mereka hanya laki-laki lansia di awal usia tujuh puluhan pada awal penelitian.

"Kelompok kami hanya terdiri dari pria lansia. Jadi, hasil kami perlu direplikasi pada wanita lansia juga," kata Benediktus.

Berita Terkait

Berita Terkini